tepellere


selamat datang di situs komunitas musik tepellere


n e w s


Photo by Anton Asmorodento


transgenic, preview concert 2003

syncretic approach as a tepellere's method to create a new work. there are very effective manner when we are start to thinking about mixture between two culture deference's or more. this is our basic concept to develop our musical material. it's began when we were met each other, and also each members who has deference's musical background in 2003. this is not only issue, but...that's real musical strategy. 


visual interactive as new medium, Yogyakarta Arts Festival 2007

everybody try to compromise with visual culture in contemporary live. visual aspect can be directly control to our self. It's come from many device, what human daily used such as; cellphone, TV, laptop, big screen, traffic light, advertisement etc.  

 

LET ME SEE MUSIC CONCERT PART #4 

akan segera dipertunjukan pada publik dengan menghadirkan Tepellere Music Community (TMC) di Auditorium Musik Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI), Jln Parangtritis Km 6,5 Sewon Bantul, Rabu (04/08). Let Me See merupakan sebuah program acara yang sudah terjalin sekian lama di HIMA Jurusan Musik FSP ISI Yogyakarta, yang dikemas secara khuusus untuk menggelar beragam repertoar klasik, jazz, eksperimental, traditional dan juga aliran musik gaya baru pada setiap konser musiknya.

Let Me See juga merupakan media alternatif untuk mereprensentasikan gagasan melalui teks karya musik yang nantinya dapat dicermati oleh publik pencinta musik, pemerhati musik sekaligus dapat menjadi forum untuk bertemunya para pelaku musik untuk bertukar wawasan dan tebar wacana.

TMC akan mengusung tema Transparasi. Dicoba dihadirkan wacana bermusik yang transparan, jujur dan apa adanya, tanpa mengurangi nilai estetik yang terkandung dari masing-masing kebudayaan. Berbekal semangat tersebut diharapkan proses bermusik Tepellere ini dapat menjadi mata rantai dalam pemahaman kebudayaan yang ada, jelas Cuwie, salah satu anggota TMC kepada GudegNet siang tadi.

Oleh sebab itu, wajar saja jika mereka kemudian mencoba untuk meramu permainan instrumen musik dengan gaya bermusik ecclectism dengan cara mengabungkan gaya-gaya dengan karakter yang berbeda yang pada akhirnya nanti akan menjadi ciri khas gaya TMC yang akan tampil dalam 30 menit menghadirkan beberapa repertoar dan dilanjutkan dengan acara diskusi 30 menit kemudian.

Usia muda ternyata bukan halangan bagi TMC untuk berkarya. Ketika pertama kali dibentuk pada event Affandi Art 2003, berulangkali mereka pernah juga mengisi acara yang menjadikan mereka dikenal luas. Grand Opening Rumah Seni Pingit, ISIoTERAPHY, Opening Diskomdrugs di Mien Gallery, Frenchweek di Lembaga Indonesia Perancis, Let Music Talk dan juga Wisma Bahasa Yogyakarta pernah juga menghadirkan TMC untuk meramaikan acara.

9 orang yang tergabung di TMC kesemuanya adalah mahasiswa jurusan musik di ISI. Gatot Dnanar Sulistyanto (gitar), Angga Dharmendrata (drum), Bimo (Bass Clarinet), Pramono (Saxophone), Ganesh (gendang Banyuwangi dan perkusi), Denny (jimble, slompret, bamboo flute), Davis (keyboard), Tony Maryuana (Gendang Sunda dan perkusi) dan terakhir Ranto (Bass Elektrik). Beberapa pemain memang sudah tidak asing lagi, seperti Pramono dan Tony Maryuana sering kita melihatnya `unjuk gigi` dalam beberapa konser Next of Kin.  (SOURCE GUDEGNET)     

Make a Free Website with Yola.